Kamis, 02 April 2009

Di Mana? Di Denda

Mengubah kebiasaan bertahun-tahun memang sulit. Dalam penyuntingan naskah, sebagian besar kesalahan penulisan yang saya temui berasal dari kebiasaan semenjak sekolah. Sebagai contoh adalah pembedaan "di-" sebagai awalan dan "di" sebagai kata depan.

Padahal aturannya sederhana.
  1. Sebagai awalan, penulisan "di" menyatu dengan kata kerja. Contoh: dikerjakan, ditulis, disayangi.

  2. Sebagai kata depan, penulisan "di" terpisah dengan keterangan tempat. Contoh: di sana, di rumah, di mana-mana.
Dengan kata lain: kalau terpisah, menunjukkan lokasi. Kalau tersambung, menunjukkan kata kerja pasif.

Sayangnya, kebiasaan lama memang sulit diubah. Perhatikan saja gerbang tol Padalarang menuju Bandung. Kedua contoh di atas malah terbalik.


Tiket harus "disini(kan)" untuk ditukar?

Berdasarkan papan ini: di gerbang exit Denda (di mana pun itu) tidak usah tukar tiket


Mengubah kebiasaan penulisan salah sama seperti mengubah kebiasaan buruk lain. Merokok, misalnya. Pertama-tama, munculkan dulu kesadaran bahwa ini salah. Kalau tidak, percuma saja. Kedua, memercayai manfaat atas kebiasaan yang benar. Kalau kita berprinsip, "Alah, nggak ngaruh lah. Orang lain juga ngerti (atau orang lain juga ngerokok--dalam kasus merokok)," dalam beberapa hari, gaya penulisan kita akan kembali ke yang salah.

Carilah manfaat bagi diri masing-masing. Dan ubahlah kebiasaan (penulisan) yang buruk.

____________________

NB: Banyak sekali kebiasaan buruk yang menyangkut penulisan tanda baca berkaitan dialog. Termasuk tanda seru dan tanya berlebihan.

2 komentar:

  1. Setuju sekali!!!
    Nah, apakah ini termsuk contoh yang mas Isman sebutkan di bagian akhir tulisan? Padahal maksud saya ingin menekankan pernyataan itu (setuju sekali)

    BalasHapus
  2. Masih tiga tanda seru; masih dalam ambang penerimaan lah, Diah, hehe.

    BalasHapus